Saudara-saudariku sekalian yang terkasih dalam Tuhan. Hidup dan aktivitas harian kita sebenarnya amat tergantung pada pilihan hidup dan orientasi kepanggilan kita. Ketika seseorang memutuskan untuk menjadi tukang bangunan sebagai pilihan hidupnya, tentu saja kiblat hidupnya akan terarah kepada upaya untuk membangun rumah dan sarana perumahan lainnya. Ketika seseorang memutuskan untuk menjadi seorang guru, maka orientasi hidupnya akan terarah kepada pengabdian, pengajaran, pelayanan yang tanpa pamrih di panti sekolah, di panti pendidikan. Semua manusia, apapun latar belakang hidup, pilihan dan statusnya, tentu saja akan menunjukkan aksi atau kerja nyata yang terbaca sebagai upaya riil mempertanggungjawabkan hidupnya untuk dirinya sendiri dan untuk orang-orang yang ada di sekitarnya. Saudara-saudariku sekalian yang terkasih dalam Tuhan. Ketika Yunus dipanggil Tuhan untuk pergi ke Niniwe, ada satu kerja nyata yang mesti Yunus lakukan, ada satu aksi riil yang mesti Yunus jalankan. Terhadap orang-orang Niniwe yang berdosa, yang sudah terkontaminasi dengan pengaruh jahat duniawi, Yunus mesti bekerja, Yunus mesti mengikuti kehendak Sang Pemberi Kehidupan. Yunus mengajarkan kepada mereka tentang pola hidup yang benar, tentang iman yang benar, tentang Allah yang benar yang menjadi sumber kehidupan. Orang-orang Niniwe itu kembali bertobat dari tingkah lakunya yang jahat dan Allah membatalkan hukuman yang sudah seharusnya diberikan kepada mereka. Kisah panggilan Yunus, cerita tentang karya nyata seorang Yunus bagi orang Niniwe, dapat dipadankan dengan apa yang ditulis Penginjil Markus dalam bacaan Minggu hari ini. Ketika Yesus datang ke daerah Galilea, suatu daerah yang dipandang kafir, terkebelakang secara sosial, Ia ingin melakukan pembebasan-penyelamatan. Untuk tujuan ini, Yesus memanggil sekelompok orang yang disebut-Nya sebagai rasul-rasul-Nya. Para Rasul awali, walaupun lagi sibuk dengan pekerjaan menebarkan jala, namun mereka berani meninggalkannya demi sesuatu yang lebih luhur, sesuatu yang lebih mulia. Ungkapan ajakan Yesus, Mari, ikutilah Aku, dan kamu akan Aku jadikan penjala manusia, sesungguhnya memuat suatu orientasi hidup yang lain yang melibatkan keputusan, kehendak dan kemauan yang kuat. Para Rasul walaupun dipanggil secara spontan oleh Yesus untuk menjadi penjala manusia, namun mereka telah mulai menunjukkan keaktifan pilihan dan bersedia mengikuti Yesus, tanpa penolakan sedikitpun. Arah dan orientasi hidup mereka kini berubah: dari penjala ikan menjadi penjala manusia. Menjadi Penjala Manusia bukanlah suatu pekerjaan yang suam-suam kuku. Ia menuntut keterlibatan aktif, kerjasama, kesetiakawanan, ketulusan dengan arah yang jelas dan disiplin diri yang kuat. Para Rasul itu selalu tinggal bersama Yesus dan melakukan karya nyata demi Injil Kabar Gembira bagi semua orang. Bagaimana dengan kehidupan kita? Dalam banyak catatan refleksi, hampir semua kita menulis dengan indahnya, saya dipanggil Tuhan untuk menjadi imam-Nya. Saya dipanggil Tuhan untuk melayani umat-Nya. Menjadi pertanyaan: apakah kita sudah sungguh-sungguh mempertanggungjawabkannya dalam ziarah panggilan kita saat ini? Tak dapat kita pungkiri bahwa pola hidup dan karakter kita, kadang jauh panggang dari api. Kita cenderung berpikir dan bertindak mengikuti selera dan kepentingan kita atas nama kebebasan. Kehendak kita kadang nampak tidak cukup kuat membimbing pikiran maka sekian banyak penyimpangan-ketidakdisiplinan akan kita hadapi bagaikan takdir. Sama saudaraku sekalian. Yesus memanggil kita dan akan tetap memanggil kita untuk menjadi murid-Nya. Ditengah kerapuhan dan kelemahan kita dalam ziarah panggilan ini, hendaknya kita sadari bahwa keberadaan kita di sini, di komunitas ini, adalah suatu kehadiran aktif dan bukan kehadiran pasif. Kita menjadi orang, menjadi teman dan sesama bagi yang lain, menjadi calon imam, hendaknya menjadi titik pangkal yang menentukan warna, situasi keberadaan kita dalam keluarga-keluarga, dalam hidup berkomunitas. Ketika kita merasa terpanggil untuk berada di sini, kita hendaknya memiliki prinsip yang jelas, komitmen yang tegas untuk berani meninggalkan yang lain, meninggalkan atribut duniawi yang bisa menjadi penghalang ziarah panggilan kita saat ini. Mari kita berdoa kepada Tuhan untuk memberikan kita Roh-Nya agar kita dikuatkan, dimampukan berziarah pada jalan panggilan ini secara baik dan benar, agar terjawablah apa yang Santo Hironimus bilang, Gloria Dei Vivens Homo, Kemuliaan Allah mewujud dalam kita manusia yang hidup. Amin.

 

 

 

 

 

 

 

 

Post SebelumnyaRenungan 24 Februari 2020
Post SelanjutnyaHomili Minggu Kedua Masa Pra-Paskah 2024 (RD. Matias Daven)